Ngaben...
Ini lah salah satu
contoh kebesaran tim AMEL. walaupun berbeda pandangan agama, tetapi tetap
menjunjung nilai harmonis terhadap semua pemeluk agama.
Ngaben merupakan
salah satu upacara yang dilakukan oleh Umat Hindu di Bali yang tergolong
upacara Pitra Yadnya (upacara yang ditunjukkan kepada Leluhur). Ngaben secara
etimologis berasal dari kata api yang mendapat awalan nga, dan
akhiran an, sehingga menjadi ngapian, yang disandikan menjadi ngapen yang lama
kelamaan terjadi pergeseran kata menjadi ngaben. Upacara Ngaben selalu
melibatkan api, api yang digunakan ada 2, yaitu berupa api konkret (api
sebenarnya) dan api abstrak (api yang berasal dari Puja Mantra Pendeta yang
memimpin upacara). Versi lain mengatakan bahwa ngaben berasal dari kata beya
yang artinya bekal, sehingga ngaben juga berarti upacara memberi bekal kepada
Leluhur untuk perjalannya ke Sunia Loka
Ada Beberapa Bentuk
Upacara Ngaben
1. Ngaben Sawa
Wedana
Sawa Wedana adalah
upacara ngaben dengan melibatkan jenazah yang masih utuh (tanpa dikubur
terlebih dahulu) . Biasanya upacara ini dilaksanakan dalam kurun waktu 3-7 hari
terhitung dari hari meninggalnya orang tersebut. Pengecualian biasa terjadi pada
upacara dengan skala Utama, yang persiapannya bisa berlangsung hingga sebulan.
Sementara pihak keluarga mempersiapkan segala sesuatu untuk upacara maka
jenazah akan diletakkan di balai adat yang ada di masing-masing rumah dengan
pemberian ramuan tertentu untuk memperlambat pembusukan jenazah. Dewasa ini
pemberian ramuan sering digantikan dengan penggunaan formalin. Selama jenazah
masih ditaruh di balai adat, pihak keluarga masih memperlakukan jenazahnya
seperti selayaknya masih hidup, seperti membawakan kopi, memberi makan
disamping jenazah, membawakan handuk dan pakaian, dll sebab sebelum diadakan
upacara yang disebut Papegatan maka yang bersangkutan dianggap hanya tidur dan
masih berada dilingkungan keluarganya.
2. Ngaben Asti
Wedana
Asti Wedana adalah
upacara ngaben yang melibatkan kerangka jenazah yang telah pernah dikubur.
Upacara ini disertai dengan upacara ngagah, yaitu upacara menggali kembali
kuburan dari orang yang bersangkutan untuk kemudian mengupacarai tulang
belulang yang tersisa. Hal ini dilakukan sesuai tradisi dan aturan desa
setempat, misalnya ada upacara tertentu di mana masyarakat desa tidak
diperkenankan melaksanakan upacara kematian dan upacara pernikahan maka jenazah
akan dikuburkan di kuburan setempat yang disebut dengan upacara Makingsan ring
Pertiwi ( Menitipkan di Ibu Pertiwi).
3. Swasta
Swasta adalah upacara
ngaben tanpa memperlibatkan jenazah maupun kerangka mayat, hal ini biasanya
dilakukan karena beberapa hal, seperti : meninggal di luar negeri atau
tempat jauh, jenazah tidak ditemukan, dll. Pada upacara ini jenazah biasanya
disimbolkan dengan kayu cendana (pengawak) yang dilukis dan diisi aksara magis
sebagai badan kasar dari atma orang yang bersangkutan
4 Ngelungah
Ngelungah adalah upacara
untuk anak yang belum tanggal gigi.
5. Warak Kruron
Warak Kruron adalah
upacara untuk bayi yang keguguran.
Tujuan Upacara Ngaben :
Upacara ngaben secara
konsepsional memiliki makna dan tujuan sebagai berikut :
1. Dengan membakar
jenazah maupun simbolisnya kemudian menghanyutkan abu ke sungai, atau laut
memiliki makna untuk melepaskan Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian
sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmanam)
2. Membakar jenazah juga
merupakan suatu rangkaian upacara untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha
Bhuta (5 unsur pembangun badan kasar manusia) kepada asalnya masing-masing agar
tidak menghalangi perjalan Atma ke Sunia Loka Bagian Panca Maha Bhuta
yaitu : a. Pertiwi : unsur padat yang membentuk tulang, daging, kuku,
dll b. Apah: unsur cair yang membentuk darah, air liur, air mata, dll c.
Bayu : unsur udara yang membentuk napas. d. Teja : unsur panas yang
membentuk suhu tubuh. e. Akasa : unsur ether yang membentuk rongga dalam
tubuh.
3. Bagi pihak keluarga,
upacara ini merupakan simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan
merelakan kepergian yang bersangkutan.
Adapun beberapa
rangkaian upacara Ngaben.
1 . Ngulapin
Upacara untuk memanggil
Sang Atma. Upacara ini juga dilaksanakan apabila yang bersangkutan meninggal di
luar rumah yang bersangkutan (misalnya di Rumah Sakit, dll). Upacara ini dapat
berbeda-beda tergantung tata cara dan tradisi setempat, ada yang melaksanakan
di perempatan jalan, pertigaan jalan, dan kuburan setempat.
2. Nyiramin /
Ngemandusin
Upacara memandikan dan
membersihkan jenazah yang biasa dilakukan di halaman rumah keluarga yang
bersangkutan (natah). Prosesi ini juga disertai dengan pemberian simbol-simbol
seperti bunga melati di rongga hidung, belahan kaca di atas mata, daun intaran
di alis, dan perlengkapan lainnya dengan tujuan mengembalikan kembali
fungsi-fungsi dari bagian tubuh yang tidak digunakan ke asalnya, serta apabila
roh mendiang mengalami reinkarnasi kembali agar dianugerahi badan yang lengkap
(tidak cacat)
3. Ngajum Kajang
Kajang adalah selembar
kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis oleh pemangku, pendeta
atau tetua adat setempat. Setelah selesai ditulis maka para kerabat dan
keturunan dari yang bersangkutan akan melaksanakan upacara ngajum kajang dengan
cara menekan kajang itu sebanyak 3x, sebagai simbol kemantapan hati para
kerabat melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati para kerabat sehingga
mendiang dapat dengan cepat melakukan perjalanannya ke alam selanjutnya
4. Ngaskara
Ngaskara bermakna
penyucian roh mendiang. Penyucian ini dilakukan dengan tujuan agar roh yang
bersangkutan dapat bersatu dengan Tuhan dan bisa menjadi pembimbing kerabatnya
yang masih hidup di dunia
5. Mameras
Mameras berasal dari kata
peras yang artinya berhasil, sukses, atau selesai. Upacara ini dilaksanakan
apabila mendiang sudah memiliki cucu, karena menurut keyakinan cucu tersebutlah
yang akan menuntun jalannya mendiang melalui doa dan karma baik yang mereka
lakukan
6. Papegatan
Papegatan berasal dari
kata pegat, yang artinya putus, makna upacara ini adalah untuk memutuskan
hubungan duniawi dan cinta dari kerabat mendiang, sebab kedua hal tersebut akan
menghalangi perjalan sang roh menuju Tuhan. Dengan upacara ini pihak keluarga
berarti telah secara ikhlas melepas kepergian mendiang ke tempat yang lebih
baik. Sarana dari upacara ini adalah sesaji (banten) yang disusun pada sebuah
lesung batu dan diatasnya diisi dua cabang pohon dadap yang dibentuk seperti
gawang dan dibentangkan benang putih pada kedua cabang pohon tersebut. Nantinya
benang ini akan diterebos oleh kerabat dan pengusung jenazah sebelum keluar
rumah hingga putus
7. Pakiriman Ngutang
Setelah upacara
papegatan maka akan dilanjutkan dengan pakiriminan ke kuburan setempat, jenazah
beserta kajangnya kemudian dinaikan ke atas Bade/Wadah, yaitu menara pengusung
jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada, dapat diganti dengan keranda biasa
yang disebut Pepaga). Dari rumah yang bersangkutan anggota masyarakat akan
mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi oleh suara
Baleganjur (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan bersemangat, atau suara
angklung yang terkesan sedih. Di perjalan menuju kuburan jenazah ini akan
diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang bermakna sebagai simbol
mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing. Selain itu
perputaran ini juga bermakna:
Berputar 3x di depan
rumah mendiang sebagai simbol perpisahan dengan sanak keluarga. Berputar 3x di
perempatan dan pertigaan desa sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan
masyarakat.
Berputar 3x di muka
kuburan sebagai simbol perpisahan dengan dunia ini
8. Ngising
Ngising adalah upacara
pembakaran jenazah tersebut, jenazah dibaringkan di tempat yang telah
disediakan , disertai sesaji dan banten dengan makna filosofis sendiri,
kemudian diperciki oleh pendeta yang memimpin upacara dengan Tirta Pangentas
yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan Puja Mantra dari pendeta,
setelah selesai kemudian barulah jenazah dibakar hingga hangus, tulang-tulang
hasil pembakaran kemudian digilas dan dirangkai lagi dalam buah kelapa gading
yang telah dikeluarkan airnya
9. Nganyud
Nganyud bermakna sebagai
ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran yang masih tertinggal dalam roh
mendiang dengan simbolisasi berupa menghanyutkan abu jenazah. Upacara ini
biasanya dilaksakan di laut, atau sungai
10. Makelud
Makelud biasanya dilaksanakan
12 hari setelah upacara pembakaran jenazah. Makna upacara makelud ini adalah
membersihkan dan menyucikan kembali lingkungan keluarga akibat kesedihan yang
melanda keluarga yang ditinggalkan. Filosofis 12 hari kesedihan ini diambil
dari Wiracarita Mahabharata, saat Sang Pandawa mengalami masa hukuman 12 tahun
di tengah hutan
Berikut beberapa gambar rangkaian Ngaben Salah Satu Keluarga AMEL...
Check it..
Pesan moral yang bisa kami sampaikan dari upacara ngaben tersebut adalah
"KITA SESAMA UMAT BERAGAMA, BISA SALING MEMAHAMI, BISA BERSATU, WALAUPUN
KITA BERBEDA AGAMA NYA, KITA BOLEH MENGHORMATI ADAT ATAU BUDAYANYA, KARNA KITA TERLAHIR
DARI BERBAGAI KEBUDAYAAN YANG ADA DI INDONESIA"
Bagi yang ingin bergabung dan berminat atau mengikuti penelusuran dengan
Komuitasn AMEL (Amphibhy Mistery Expedition Lampung) bisa contact ke :
Sdr. Abay Bayu Pratama
+628975144498
+6281271007770
Pin : 5A0081CB / 5B71133D
LINE : abay_bp
e-mail :
bayu@cyberservices.com / abaybayupratama@programmer.com.